Rabu, 24 Desember 2008

Dari praktek ke teori

Inti dari Marxisme ialah revolusi proletarian yang dieskpresikan di bidang teori. Untuk membuktikan argumentasi ini secara penuh, kita perlu menelusuri hubungan-hubungan yang ada antara keadaan hidup proletariat serta perjuangannya dengan ajaran-ajaran utama teori Marxis. Hal ini tidak bisa dilakukan secara lengkap dalam buku kecil semacam ini. Kita hanya akan menggambarkannya dalam garis besar.

Mari kita mulai dari prinsip-prinsip pokok program politik Marxis. Yang pertama adalah orientasi internasionalis. Pentingnya internasionalisme ini dalam pemikiran Marx tidak bisa disangkal, namun internasionalisme Marxis bukanlah komitmen moral yang bersifat abstrak (sebetulnya liberal borjuis) kepada semacam "persaudaraan internasional semua bangsa", melainkan mendasarkan diri pada keberadaan proletariat sebagai kelas internasional, yang diciptakan oleh pasar kapitalis sedunia, dan terpaksa harus berjuang di tingkat internasional untuk melawan sistem kapitalisme itu.

Pernyataan dalam Manifesto Komunis bahwa "kaum buruh tidak mempunyai tanah air" dan bahwa "perselisihan-persilisihan dan antagonisme-antagonisme nasional antara bangsa-bangsa makin lama makin menghilang, disebabkan oleh perkembangan borjuasi, oleh kemerdekaan berdagang, oleh pasar dunia, oleh keseragaman dalam cara produksi, dan dalam syarat-syarat hidup yang selaras dengan itu" sering dianggap berlebihan atau bahkan keliru sama sekali, mengingat pengaruh ideologi nasionalisme kepada kelas buruh sangatlah kuat. Meskipun demikian, pernyataan tersebut tetap benar karenam engidentifikasikan kecenderungan obyektif. Cara-cara produksi (dan budaya-budaya) negeri yang berbeda-beda seperti misalnya Jepang, Australia dan Indonesia memiliki jauh lebih banyak persamaan dewasa ini dibandingkan seabad yang lalu. Selain itu kelas buruh, walaupun masih dipengaruhi nasionalisme, toh mampu untuk menjalankan organisasi dan persekutuan internasional. Itu tidakm ungkin dijalankan oleh kaum tani.

Sifat dasar dari internasionalisme Marxis adalah prioritasnya kepada kepentingan global kelas buruh. Hal ini bisa dijelaskan secara lebihk onkrit. Misalnya seorang buruh revolusioner yang belum pernah meninggalkank ampung halamannya dan tidak dapat berbahasa asing, tetapi melawan pemerintah nasional di masa perang ialah seorang internasionalis. Sedangkan seorang profesor terhormat yang pernah berkeliling dunia, yang fasih dalam selusinb ahasa, tetapi di masa perang tetap menyokong pemerintah borjuis adalah seorang nasionalis.

Yang kedua ialah masalah kepemilikan alat-alat produksi. Banyak pengamat (pengamat borjuis tetapi juga banyak yang menganggap dirinya "Marxis") percaya bahwa prinsip utama Marxisisme dan sosialisme adalah nasionalisasi alat-alat produsksi tersebut. Kaum sosialis yang beranggapanb egini biasanya menganjurkan argumentasi sebagai berikut. Kapitalisme, yang sama dengan kepemilikan swasta, adalah irasional dan tidak adil, dan menyebabkank risis ekonomi serta kemiskinan, perang dsb. Seandainya perusahaan-perusahaan ada di tangan aparatus negara dan disertai dengan perencanaan ekonomi, makak eadaan akan menjadi lebih rasional dan adil. Perjuangan kelas buruh dimengerti sebagai cara untuk mencapai tujuan (nasionalisasi) itu. Jika timbul cara alternatif, seperti perang gerilya atau proses parlementar, cara-cara inim ungkin saja dianggap cocok juga. Buat pengamat ini, proses nasionalisasi adalah tujuannya. Perjuangan kelas buruh hanya alat tok.

Pendekatan Marxis jauh berbeda. Proletariat sedang berjuang melawan kaum kapitalis yang menghisap dan menindas kaum buruh. Satu-satunya cara untuk memenangkan perjuangan ini dan membebaskan diri adalah dengan mengalahkan kelas kapitalis di kancah politik serta merebut alat-alat produksi mereka. Itu hanya mungkin jika proletariat menciptakan aparatus negara yang baru. Pendekatan ini dijelaskan dalam Manifesto Komunis:

Telah kita lihat diatas, bahwa langkah pertama dalam revolusi kelas buruh, adalah mengangkat proletariat pada kedudukan kelas yang berkuasa, memenangkan perjuangan demokrasi. Proletariat akan menggunakan kekuasaan politiknya untuk merebut, selangkah demi selangkah, semua kapital dari borjuasi, memusatkan semua perkakas produksi kedalam tangan negara, artinya, proletariat yang terorganisasi sebagai kelas yang berkuasa; dan untuk meningkatkan jumlah tenaga-tenaga produktif secepat mungkin.

Untuk kaum Marxis, pembebasan kelas buruh adalah tujuannya; nasionalisasi perkakas produksi adalah cara saja.

Perselisihan ini – "kedua jiwa sosialisme" -- sangatlah penting, dan kita akan kembali ke hal itu berkali-kali.

Tujuan sosialis yang terakhir – masyarakat tanpa perbedaan kelas – tentunya adalah aspirasi umat manusia sejak dahulu kala. Namun Marxisme berbeda karena mendasarkan aspirasi ini, sebagai kemungkinan realistis, pada perkembangan proletariat, "sebuah kelas yang karena posisinya dalam masyarakat, hanya dapat membebaskan diri dengan menghapuskan semua kekuasaan yang berkelas, semua perhambaan dan penghisapan." Sekali lagi kita kutip dari ManifestoK omunis:

Semua kelas terdahulu yang memperoleh kekuasaan, berusaha memperkuat kedudukan yang telah diperolehnya dengan menundukkan seluruh masyarakat kepada syarat-syarat kepemilikan mereka. Kaum proletar tidak dapat menjadi tuan atas tenaga-tenaga produktif dalam masyarakat, kecuali denganm enghapuskan cara kepemilikan mereka sendiri terlebih dahulu atas tenaga-tenaga produktif, dan dengan begitu menghapuskan juga segala cara kepemilikan terlebih dahulu lainnya. Mereka tidak mempunyai sesuatupun yang harus dilindungi dand ipertahankan, tugas mereka ialah menghancurkan segala perlindungan dan jaminan terdahulu atas milik perseorangan.

Secara teoretis, peralihan dari kapitalisme ke komunisme( diktatur proletariat) ialah hanya (!) kelanjutan dari perjuangan kaum buruh sampai ke kemenangan. Namun bentuk khusus diktatur tersebut tidak ditemukan baik oleh Marx maupun oleh pemikir Marxis lainnya, melainkan oleh kaum buruh revolusioner sendiri.

Yang pertama oleh kaum buruh Paris di masa Komune tahun 1871, yang membuktikan bahwa tidaklah memadai kalau kelas buruh hanya mengambil alih aparatus negara yang ada, sebaliknya aparatus tersebut justru harus dibongkar dan diganti dengan aparatus baru yang lebih demokratis. Tindakanm ereka menunjuk juga ke prinsip-prinsip utama demokrasi proletarian: pejabat-pejabat harus dibayar dengan upah yang sama dengan upah buruh sendiri; wakil-wakil politik tidak hanya harus terpilih, tetapi kaum buruh juga harus berhak mencabut (merecall) wakil-wakil tersebut sewaktu-waktu; dant entara profesional harus diganti dengan mobilisasi bersenjata kaum buruhs endiri.

Yang kedua oleh kaum buruh Petrograd (dan seluruh Rusia) yang menciptakan bentuk perwakilan politik yang paling cocok untuk kekusasaan demokratis kelas buruh, yaitu soviet-soviet (atau dewan-dewan buruh). Kelebihan dari bentuk ini ialah bahwa sebuah soviet tidak mendasarkan diri pada setiap buruh sebagai warga individu di daerah geografis tertentu, melainkan pada kaum buruh secara kolektif di tempat kerja; dan bahwa soviet itu muncul dalam kapitalisme sebagai akibat wajar dari perjuangan kelas buruh melawan kapitalisme, mulai dari komite-komite yang dibentuk untuk mengadakan aksi mogok. Semua tulisan klasik Marxis tentang hal ini (Marx, Lenin, Gramsci) hanya menggeneralisasi pengalaman perjuangan kelas buruh sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar