Rabu, 24 Desember 2008

Karl Kautsky dan aliran Sosial-Demokrat.

Partai terkemuka Internasional Kedua adalah Partai Sosial-Demokrat Jerman (SPD), yang didirikan pada tahun 1875 di KonferensiG otha.

Di konferensi tersebut para pengikut Lassalle bergabung dengan para pendukung Marx. Partai ini berkembang di tengah masa setengah-ilegal di bawah undang-undang anti-sosialis yang diterapkan oleh Bismark, sampai akhir abad XIX aliran sosial-demokrat menjadi sangat kuat. Masa itu merupakan zaman kemajuan bagi kapitalisme Jerman secara umum, sehingga gerakan buruh muda dapat memperjuangkan perbaikan nasib kaum buruh. Perbaikan tersebut tentu saja merupakan hasil perjuangan – sistem kapitalisme belum pernah menyediakanp erbaikan nasib kelas buruh tanpa perlawanan – tetapi gerakan buruh tidak perlu menjalankan perjuangan massa sampai pada tahap hidup dan mati. (Tingkat pemogokan buruh saat itu amat rendah.) Secara umum zaman itu agak damai, dan gerakan buruh beruntung dan membangun sebuah partai sosialis yang terbesar di dunia, dengan struktur yang sangat kuat – sebuah partai dengan ratusan ribu anggota, 80 lebih koran harian, serta banyak organisasi yang menjadi onderbouw.

Mulai dari akhiran dasawarsa 1890-an partai ini terbagi dalam dua faksi, yang satu dengan orientasi "ortodoks-Marxis" dan yang lain berhaluan "revisionis". Kelompok revisionis, yang dipimpin oleh Eduard Bernstein, mengajukan argumentasi yang bertentangan dengan teori Marxis, bahwa kapitalisme sedang mengatasi kontradiksinya secara berangsur-angsur. Oleh karena itu SPD seharusnya hanya menganut reform-reform sosial dan demokratis saja. Kelompok ini kurang-lebih berterus-terang mengenai sikap anti-Marxis mereka, sehingga mereka kurang relevan buat telaah kita. Kita akan memusatkan perhatian kepada sayap "ortodoks" saja.

SPD menjadi sebuah partai Marxis secara resmi di konferensi Erfurt tahun 1891 dengan menyetujui Program Erfurt yang dirancang oleh "Paus Marxisme", Karl Kautsky. Program ini beserta sebuah komentar yang juga ditulis oleh Kautsky, tetap menjadi pernyataan pokok dari sudut pandang gerakan sosialis sampai permulaan Perang Dunia I, dan Kautsky tetap menjadi teoretikus terkemuka gerakan tersebut. Tidak bisa disangkal bahwa Program Erfurt dimaksud, dand ianggap dimana-mana sebagai sebuah pernyataan Marxis yang betul-betul ortodoks. Bagian pertama menyajikan "analisis masyarakat zaman sekarang", dengan memuat ringkasan teori perkembangan kapitalisme yang dikemukakan oleh Marx dalam< I>Manifesto Komunis. Bagian pertama ini berakhir dengan argumentasi bahwa "kepemilikan swasta atas alat-alat produksi tidak bisa diserasikan lagi dengan penggunaannya secara efektif dan perkembangannya secara penuh." Bagian kedua menuntut pemecahan kontradiksi itu dengan "penjelmaan kepemilikan swasta menjadi kepemilikan sosial, serta penjelmaan produksi komoditas menjadi produksi sosialis yang dijalankan demi kepentingan masyarakat". Bagian ketiga membicarakan "cara-cara yang mesti digunakan supaya tujuan-tujuan ini dapatt ercapai", yaitu perjuangan kelas buruh. Mengenai perjuangan itu, ProgramE rfurth menyatakan sikap sbb:

Perjuangan kelas buruh melawan eksploitasi kapitalis dengan sendirinyam erupakan perjuangan politik. Kelas buruh tidak bisa mengembangkan organisasi ekonominya serta berjuang di bidang ekonomi tanpa hak-hak politik. Tidak bisa menjalankan proses pengambilalihan alat-alat produksi ke tangan masyarakat umum tanpa memperjuangkan kekuasaan politiknya terlebih dahulu.

Di sini kita masih menempuh jalan ortodoks. Berkali-kali Marx menegaskan bahwa "perjuangan kelas ialah perjuangan politik" sehingga "merebut kekuasaan harus menjadi tugas luhur kelas buruh". Tetapi apa yang harus menjadi isi perjuangan politik tersebut? Seperti sudah kita lihat, buat Marx perjuangan ini terutama untuk menghapuskan aparatus negara borjuis dan menerapkan ditaktur proletariat, seperti yang dilakukan oleh warga Paris dalam Komune tahun 1871. Tetapi di mata Kautsky dan SPD, perjuangan tersebut hanya dilihat sebagai perjuangan parlementer. Hal ini terlihat sangat jelas dalamk omentar Kautsky:

Seperti setiap kelas lainnya, kelas buruh harus berusaha untuk mempengaruhi pihak yang berwenang dalam negara … Para kapitalis besar bisa mempengaruhi kaum penguasa dan kaum legislator secara langsung, tetapi kaum buruh hanya bisab erpengaruh lewat kegiatan parlementer … Jika proletariat menjalankan kegiatan parlementer sebagai kelas yang sadar-diri, sistem parlementer akan mulai berubah wataknya. Tidak lagi menjadi alat di tangan borjuasi belaka … Partisipasip roletariat di dunia parlementer merupakan alat yang paling efektif untikm engangkat proletariat dari kesengsaraan ekonomi, sosial serta moral. Maka tidak ada alasan untuk mencurigai kegiatan parlementer.

Orientasi parlementer ini adalah akibat dari kesuksesan SPD yang luar biasa dalam pemilihan-pemilihan -- partai ini memperoleh 9.7% dari suara pada tahun 1884, tetapi enam tahun kemudian mencapai 19.7% -- dan mencerminkan pergeseran ke arah kanan dari prinsip SPD terdahulu.

Pada tahun 1881 Kautsky menulis: "Kaum sosial-demokrat tidak memiliki ilusi bahwa tujuan-tujuan kita dapat tercapai lewat jalan parlementer" sehingga "langkah pertama dalam revolusi yang akan datang" ialah untuk "menghancurkan aparatus negara borjuis". Namun dari dasawarsa 1890-an jalanp arlementer menjadi strategi utama Kautsky dan SPD. Jika dalam perdebatan dengan kelompok revisionis, Kautsky tampil sebagai pembela "revolusi", sebenarnya ini berarti "revolusi" secara parlementer. Artinya, partai kelas buruh harus tetap menjadi partai oposisi, dan tidak akan berkoalisi dengan partai-partai kapitalis atau berpartisipasi dalam pemerintahan borjuis sebelum para sosial-demokratm enjadi mayoritas dan bisa membentuk pemerintahan tersendiri. Kemudian paras osial-demokrat akan menggunakan pemerintahan itu untuk menerapkan sosialisme. Strategi Kautsky ini tidak ingin menghancurkan aparatus negara kapitalis,s ebaliknya mengambil alih aparatus tersebut. Ini jelas dalam tulisan polemik yang diarahkannya kepada Pannekoek pada tahun 1912:

Tujuan perjuangan kita [ialah] memperjuangkan kekuasaan negara melaluip erjuangan mayoritas dalam parlamen, kemudian mengangkat parlemen itu ke posisi dominan dalam negara. Hancurnya negara itu sama sekali tidak dianjurkan.

Strategi parlementer ini berdasarkan pandangan kaum sosial-demokrat yang melihat sosialisme sebagai akibat yang akan muncul secara kurang-lebih otomatis dari perkembangan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi kapitalis akan menyebabkan pertumbuhan kelas buruh. Dengan pertumbuhan ini, proletariat akan menjadi semakin sadar dan semakin banyak yang akan menyoblos SPD dalamp emilihan, sampai akhirnya partai itu akan mendapat mayoritas kursi. "Perkembangan ekonomi," tulis Kautsky, akan menuju ke sana secara alamiah."P roses itu akan berlangsung secara lancar dan tak terelakkan, tanpa pertempuran yang gawat, kalau saja para pimpinan partai tidak terjerumus ke dalam avonturisme dan tidak memancing pertempuran secara gegabah. Satu-satunya kegiatan yang perlu adalah organisasi serta pendidikan:

Membangun organisasi, memperjuangkan semua posisi kekuasaan yang dapatd iperjuangkan dan dipegang oleh kekuataan kita sendiri, mempelajari tentangn egara serta mendidik massa. Tujuan lain tidak bisa kita tetapkan secara sadar dan sistematis.

Berdasarkan pada metode yang sudah dikembangkan dalam bagian pertama dari telaah ini, sekarang kita harus mangajukan sebuah pertanyaan pokok: apa dasar sosial dari kepasifan ini? Dari satu sisi, ideologi ini jelas berdasarkan pada "gencatan senjata" antara proletariat dan borjuasi yang menyertai kemakmuran dan kemajuan industri kapitalis Jerman sekitar akhir abad XIX dan permulaan abad XX. Namun di saat yang sama, ideologi ini mencerminkan kepentingan golongan tertentu dalam gerakan sosial-demokrat. Bukan kelas buruh, melainkan lapisan sosial lain yang eksistensinya bergantung pada gencatans enjata tersebut, yakni birokrasi yang timbul di jantung SPD dan serikat-serikat buruh dalam kondisi makmur itu – lapisan para pejabat yang menjadi perantara antara pihak borjuis (majikan dan aparatus negara) dan kelas buruh.

Hal ini bisa dilihat secara sangat kasat mata dalam perdebatan tentang pemogokan massa, sebuah persoalan yang menjadi masalah kritis karena peranan pemogokan massa yang terjadi dalam Revolusi Rusia tahun 1905. Parap impinan serikat-serikat buruh sangat menentang pemogokan massa sehingga diK onferensi Koeln pada bulan Mei 1905 mereka menyetujui sebuah resolusi yangm engutuk fenomena itu. Sedangkan partainya (SPD) di Konferensi Jena pada bulan September memutuskan untuk "menerima" pemogokan massa secara prinsipil, tanpa memutuskan secara terperinci apa yang harus dilakukan. Kemudian ledakan sebuah gerakan massa di Saxonia, yang menuntut perluasan hak pilih, memaksa golongan sosial-demokrat untuk memecah kontradiksi ini dalam praktek. Konferensi rahasia yang menggabungkan pihak partai dan pihak pejabat serikat diselenggarakan pada tanggal 1 Februari 1906, di mana pihak partai menyerah dan berjanji akan menentang pemogokan massa secara mati-matian.

Konferensi Mannhein pada bulan September 1906 menghasilkan kompromi baru, dengan menyetujui secara teoritis, bahwa pemogokan massa bisa menjadi strategi aliran sosialis di masa depan, tetapi hanya dengan kesepakatan para pimpinan partai dan pejabat serikat-serikat buruh. Dalam perdebatan ini Kautsky muncul sebagai pengkritik para pejabat serikat-serikat buruh dari sayap "kiri". Dia menyayangkan cara pandang ekonomis mereka yang sempit, tetapi tidak bersedia untuk putus hubungan dengan mereka. Bahkan di saat yang sama diam enyerang orang-orang yang betul-betul mengiyakan pemogokan massa (seperti Rosa Luxemburg) yang dituduhnya "memalsukan revolusi".

Birokrasi gerakan buruh termasuk golongan borjuis kecil.L apisan birokratis ini bergerak di antara kaum pemilik modal dan kelas buruh, dan bertindak sebagai perantara. Para pejabat tersebut menikmati gaji yang lebih tinggi, kondisi kerja yang lebih bagus dan gaya hidup yang lebih enak. Namun, posisi sosial mereka berbeda dari posisi golongan borjuis kecil tradisionals eperti pemilik toko dan pengusaha kecil, sehingga laku politik mereka berbeda pula. Borjuasi kecil tradisional (pemilik modal kecil) biasanya kurang-lebih didominasi oleh para pemodal besar. Di masa krisis, di mana mereka terjepita ntara kubu borjuis besar dan gerakan buruh, mereka bisa mendukung pihak buruh jika muncul sebuah gerakan buruh revolusioner yang mantap dan bersedia untuk memecahkan krisis itu. Jika tidak ada gerakan buruh semacam itu, mereka bisa bergeser jauh ke kanan dan menjadi bahan untuk sebuah gerakan fasis.

Birokrasi gerakan buruh agak berbeda. Lapisan ini terikat pada kelas buruh maka mereka tidak bisa bergeser jauh ke kanan (inilah sebabnya teori yang mengatakan bahwa birokrasi itu adalah "sosial-fasis" hanya omong kosong belaka). Namun di saat yang sama lapisan birokratis itu posisinya malah lebih dekat dengan kelas yang berkuasa dibandingkan dengan posisi para pengusahak ecil. Mengapa? Karena peranannya sebagai "wakil" kaum buruh membawanya ke dalam pergaulan sehari-hari dengan para majikan dan aparatus negara, sementara lapisan ini perlu memperoleh konsesi-konsesi dari pihak borjuis supaya bisa terusm endapatkan dukungan dari kaum buruh. Birokrasi gerakan buruh merasa terancam baik oleh fasisme (yang akan menghancurkan organisasi-organisi mereka) maupun oleh revolusi sosialis (yang akan menyebabkan peranan perantara mereka tidak diperlukan lagi). Jadi orientasi mereka sangat konservatif. Mereka mengkhawatirkan aksi-aksi massa yang bisa luput dari kontrol mereka, mengundang serangan balik dari pihak majikan, dan mengancam pernanan mereka sebagai perantara. Secara politik mereka memerlukan sebuah ideologi yang menggabungkan antara sosialisme dalam kata-kata, dengan sikap yang pasif dan kompromi-kompromi dalam praktek. Mereka membutuhkan kelas buruh sebagai dasar sosial untuk membayar gaji-gaji mereka, dan sebagai pasukan panggung yang bisa dimobilisasi untuk menuntut konsesi-konsesi dari kaum majikan. Konsesi tersebut diperlukan agar kelas buruh tetap puas dengan pimpinan gerakan buruh dan terus menyokong mereka. Namun di saat yang sama kelas buruh harus tetap di bawah kontrol mereka. Ideologi sosial-demokrat yang dikembangkan oleh Kautsky dkk sangat cocok untuk keperluan-keperluan ini.

"Marxisme" versi Kautsky dalam semua hal yang penting, bahkan di bidang filsafat, memenuhi kepentingan birokrasi gerakan buruh. Sepertid icatat di atas, materialisme mekanis -- sikap filosofis Kautsky dan Internasional Kedua -- pada dasarnya merupakan filsafat khas borjuis. Kelasb uruh dianggap sebagai hasil pasif dari perkembangan materiil, sehingga filsafat ini meniadakan peranan aktif revolusioner kelas buruh dan partai sosialis.

Begitu dasar sosial Internasional Kedua itu dimengerti,t indakan partai-partai sosial-demokrat pada awal Perang Dunia I bisa jugad imengerti. Mereka semua ikut maju perang mendukung negara mereka masing-masing dan melupakan semua resolusi solidaritas internasional, meski perang itu merupakan kemelut imperialis saja. Sebab-musabab sikap para sosial-demokrat ini cukup jelas. Dari satu sisi, birokrasi-birokrasi gerakan buruh di setiap negara mengandalkan pada kemakmuran dan kekuatan imperialis negara itu, karena konsesi-konsesi yang mereka peroleh sangat bergantung pada kemakmuran dank ekuatan tersebut. Dari sisi lain, mereka tidak berani mengambil sikap anti-perang yang akan membahayakan legalitas mereka, karena peranan para birokrat hanya mungkin dalam kondisi legal. Sehingga keputusan untuk mendukung peperangan dalam Perang Dunia I tidak hanya merupakan sebuah pengkhianatant erhadap kelas buruh dan tradisi Marxis, tetapi juga merupakan hasil logis dari praktek dan teori aliran sosial-demokrat sebelumnya.

Sebagai kesimpulan, melihat Kautskyisme sebagai Marxismeb erarti membingungkan bentuk dan isi teori tersebut. Meskipun bentuknya "Marxis", namun isinya mencerminkan kepentingan golongan non-buruh. Dalamk enyataannya, tokoh anti-Marxis Bernstein sangat dekat dengan tokoh "Marxiso rtodoks" Kautsky. Perselisihan mereka tidak mengenai praktek politik melainkan hanya soal bagaimana praktek itu harus dilukiskan dalam teori. Seperti yang Karl Kautsky tulis di saat meninggalnya Bernstein, bahwa pertikaian mereka pada awal abad XX hanya sebuah "adegan pendek saja". Saat Perang Dunia I mereka sudahb aikan, tulisnya, dan kemudian dalam semua hal -- masalah perang, revolusi,p erkembangan negeri Jerman dan perkembangan internasional -- "kami selalu senada dan sependapat".

1 komentar:

  1. thanks ya postinganya...
    gua copy paste buat tugas matkul Sejarah Pemikiran Modern... :)

    BalasHapus